Mengenal Exoplanet HAT-P-26b, Si "Neptunus Versi Hangat"
Tim ilmuwan dari University of Exeter dan NASA berhasil mengungkap penemuan baru tentang exoplanet HAT-P-26b. Terletak pada jarak 430 tahun cahaya dari Bumi, exoplanet ini mengorbit bintang yang usianya dua kali lipat Matahari kita.
Planet ini seukuran dengan Neptunus, namun dengan suhu yang lebih hangat karena lebih dekat dengan bintang induknya. Karena hal ini, para astronom menjulukinya sebagai "Neptunus hangat".
Dalam laporan studi yang diterbitkan dalam jurnal Science, para peneliti menjelaskan bahwa atmosfer planet HAT-P-26P sebagian besar tersusun oleh hidrogen dan helium serta menunjukkan tanda-tanda keberadaan air, meskipun sejatinya planet ini tidak memiliki air di permukaannya.
Komposisi atmosfer tersebut menunjukkan bahwa planet itu terbentuk di dekat bintang induknya, atau relatif baru dalam sistem bintangnya. Kondisi ini sangat berbeda dengan Neptunus dan Uranus, yang terbentuk pada masa awal sistem tata surya, sehingga terletak di pinggiran cakram debu dan gas yang berputar-putar mengelilingi Matahari.
“Para astronom telah mulai meneliti atmosfer eksoplanet seukuran Neptunus ini, dan sebentar lagi, kami akan menemukan sebuah contoh yang bertolak belakang dengan kecenderungan di tata surya kita,”
ujar penulis utama studi, Dr Hanna Wakeford dari Goddard Space Flight Center milik NASA di Greenbelt, Maryland.
Untuk mempelajari atmosfer exoplanet HAT-P-26b, para peneliti menggunakan data transit planet yang dikumpulkan oleh Teleskop luar angkasa Hubble dan Spitzer. Kombinasi data dari kedua teleskop tersebut berhasil menyuguhkan informasi pengukuran air yang cukup akurat dari atmosfer planet. Berkat pengukuran air yang tepat, para peneliti dapat menggunakan tanda-tanda air tersebut untuk memperkirakan kandungan logam atau metalitas exoplanet HAT-P-26b.
Neptunus (NASA)
Untuk membandingkan planet-planet berdasarkan metalitasnya, para astronom biasanya menggunakan Matahari sebagai patokan. Mirip seperti kita membandingkan kadar kafein pada minuman tertentu dengan secangkir kopi. Jupiter memiliki metalitas sekitar dua hingga lima kali lipat Matahari, sedangkan Saturnus sepuluh kali lipat. Nilai yang relatif rendah ini berarti bahwa kedua planet gas raksasa ini hampir seluruhnya terdiri dari hidrogen dan helium.
Sementara itu, planet es raksasa Neptunus dan Uranus jauh lebih kecil dibanding planet gas raksasa, namun lebih kaya dalam hal unsur-unsur berat, dengan metalitas sekitar 100 kali Matahari. Jadi, bagi empat planet terluar dalam tata surya kita, kecenderungannya adalah semakin rendah metalitas, maka ukuran planet semakin besar.
Para peneliti berpendapat, hal ini terjadi karena ketika tata surya kita terbentuk, Neptunus dan Uranus yang terbentuk di daerah luar cakram, cenderung lebih banyak dihantam banyak puing-puing es ketimbang gas dan debu yang berada di sekeliling Matahari. Puing-puing es itu sangat kaya akan unsur-unsur berat. Sementara Jupiter dan Saturnus, yang terbentuk di bagian cakram yang lebih hangat, cenderung lebih sedikit bertumbukan dengan puing-puing es.
Dua planet di luar tata surya kita juga memiliki kecenderungan ini. Kedua planet tersebut ialah HAT-P-11b, planet seukuran Neptunus, dan WASP-43b, planet gas raksasa yang berukuran dua kalinya Jupiter.
Tetapi para astronom menemukan bahwa HAT-P-26b
justru berkebalikan dengan kecenderungan tersebut. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa metalitas exoplanet tersebut hanya sektar 4,8 kali Matahari, lebih dekat dengan nilai Jupiter ketimbang Neptunus.
"Analisis ini menunjukkan bahwa ada lebih banyak keragaman di atmosfer exoplanet-exoplanet daripada dugaan sebelumnya. Hal ini juga menjadi petunjuk bagaimana planet-planet di luar sana dapat terbentuk dan mengalami evolusi berbeda dengan yang ada di tata surya kita," tutup p
enulis kedua studi, Profesor David Sing dari University of Exeter.
No comments: