Nasi Jinggo, Simbol Kesederhanaan nan Merakyat
Mengenal Bali dan kemagisan yang tercakup di dalamnya tak lengkap tanpa menikmati sajian-sajian kulinernya. Kuliner-kuliner itu memang tak bisa dipisahkan dari ritual adat dan kegiatan keagamaan yang sudah mendarah daging dalam kehidupan masyarakat Bali.
Beberapa
sajian kuliner tersebut disajikan di saat-saat tertentu. Namun, ada pula yang
diperjualbelikan setiap harinya demi mengisi pundi-pundi penghasilan
masyarakat, seperti Nasi Jinggo.
Bagi
Anda yang kebetulan merayakan nyepi atau berlibur ke Pulau Dewata, tak ada
salahnya mencoba Nasi Jinggo khas Bali ini.
Nasi
Jinggo atau yang juga dikenal dengan sebutan Nasi Jenggo merupakan salah satu
makanan siap saji khas Bali yang dibungkus dengan daun pisang dan dalam porsi
kecil. Sekilas saat melihat tampilannya, warga Jogja akan teringat dengan nasi
kucing khas angkringan.
Baca Juga: Slot pulsa tanpa potongan
Namun, ketika bungkus dibuka, pemandangan semacam suwiran ayam
atau daging, potongan tempe kecil-kecil, serundeng, dan sambal akan menggelitik
nafsu makan penikmatnya.
Berbeda
halnya dengan nasi kucing, yang khas dengan sambel terinya, Nasi Jinggo
lebih populer dengan sambal Bali yang siap membuat lidah Anda terbakar hebat!
Selain itu, Nasi Jinggo dibungkus berbentuk kerucut lancip.
Bagaimana Nasi Jinggo Terbentuk?
Versi pertama turut menyumbang nama bagi panganan ini. Dalam bahasa Hokkien, jeng go berarti ‘seribu lima ratus’. Nah, sebelum krismon di penghujung tahun 1997, nasi jinggo dijual per porsi seharga Rp.1.500,00. Maka tak heran apabila makanan ini dinamakan nasi jenggo atau jinggo.
Masyarakat Bali meyakini bahwa nasi jinggo pertama kali hadir di tahun 1980-an, tepatnya di Jalan Gadjah Mada, Denpasar. Nasi Jinggo ini dijual oleh Pak Jinggo dan istrinya, yang berjualan dari sore hingga malam. Kreasi mereka sangat disukai, hingga membuat beberapa penduduk tergerak menjual nasi jinggo serupa, bahkan hingga ke luar kota, seperti Kediri.
Tidak jauh dari lokasi tersebut, berdiri Pasar Kumbasari yang beraktivitas selama dua puluh empat jam. Keberadaan penjual nasi jinggo ini turut menyelamatkan para pedagang dari kelaparan.
Tak hanya itu, beberapa pengendara motor asli Bali yang sering disebut “jagoan” turut menjadi pelanggan setia nasi campur ini, sehabis mengadakan plesir malam. Sehingga lambat laun, nasi campur ini dinamakan nasi jenggo atau jinggo, yang berasal dari kata ‘jagoan’ dan nama pemilik warung nasi tersebut.
Sehingga lambat laun, nasi campur ini dinamakan nasi jenggo atau jinggo, yang berasal dari kata ‘jagoan’ dan nama pemilik warung nasi tersebut.
Versi ketiga menerangkan bahwa asal mula kata jinggo berawal dari kepopuleran sebuah film berjudul “Djanggo” pada masa itu. Namun, tidak banyak yang mengiyakan versi ketiga ini.
Nasi Jinggo Menurut Orang Bali
Masyarakat
Bali lebih mengimani pencatutan nama ‘nasi jinggo’ berasal
dari ‘jeng
go’ yang berarti seribu lima ratus, dan dijual pertama kali
oleh Pak Jinggo di Jalan Gadjah Mada, Denpasar pada tahun 1980-an.
Kondangnya
cita rasa nasi bungkus sederhana ini tak hanya melambung di langit-langit pulau
Dewata. Terbukti, di beberapa daerah seperti Kediri dan Yogyakarta, makanan ini
pun muncul sebagai menu sarapan yang tak boleh dilewatkan.
BACA JUGA : Info slot Gacor
Kini,
seiring berjalannya waktu, Nasi Jinggo mulai dikreasikan dalam bentuk yang
lebih menarik dan dapat ditemui di seluruh sudut Pulau Bali. Sejurus dengan
melambungnya harga bahan baku, harga nasi Jinggo pum ikut naik, yakni
Rp.3.000,00-Rp.10.000,00 tergantung porsi yang disajikan.
Beberapa
resto ternama di Pulau Dewata bahkan mengaransemen tampilan Nasi Jinggo menjadi
sajian berkelas dan menjualnya dengan harga yang tinggi.
Namun
tak perlu ragu, sebab cita rasa makanan ini akan tetap menarik bagi lidah
penikmatnya, bagaimanapun bentuk kemasannya. Nah, tertarik mencoba?
No comments: